Iklans

11 Jul
Digital Marketing, Periklanan
46 views
0 Comments

Marketing Cost (Biaya Pemasaran), Jenis dan Contoh Marketing Cost

Marketing Cost (Biaya Pemasaran), Jenis dan Contoh Marketing Cost

#Iklans.com – Tentu saja, #membangun sebuah #bisnis membutuhkan banyak #sumber daya, baik #materi maupun #moral. Sumber daya material, seperti modal, wajib diperlukan. Apalagi sekarang yang serba online, biaya pemasaran tidak hanya pemasaran offline, tetapi juga pemasaran online atau digital.

Namun, kenyataanya tidak semua perusahaan atau pengusaha sadar hal ini, kecualia mereka memang sudah besar dan jangkauan pasarnya sudah besar. Untuk jangkauan pangsa pasar yang sempit, hal ini kadang menjadi masalah sebab pendapatan tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh.

Oleh karenanya, penentuan dan alokasi penganggaran biaya pemasaran menjadi penting apabila perusahaan ingin bisa semakin besar dan bisa menjangkau konsumen semakin luas lagi. Sebelumnya, mari kita pahami tentang pengertian marketing cost dahulu.

Banyak yang mikir, kalo marketing cost itu cuma soal iklan aja..

Padahal realitanya jauh lebih kompleks, jika tidak dihitung tidak dihitung secara detail, biaya-biaya ini diam-diam bisa membengkak dan memakan margin keuntungan Anda.

Belum lagi, jika salah menentukan persentase biaya marketing yang seharusnya dikeluarkan. Kalo kurang penjualan bisa kurang maksimal, kalo lebih bisnis bisa rugi.

Ada yang bilang 5% dari total revenue, ada yang bilang bisa sampai 20%, berapa yang sebenarnya?

Yuk, mari kita bahas pengertian, jenis, contoh, berapa cost marketing yang harus dikeluarkan dan pembukuannya pada artikel di bawah ini!

Baca juga: Warung Kopi Digital: Meraup Untung dengan Strategi Online dan Offline

Apa itu Marketing Cost

Menurut Mulyadi (2007) dalam jurnal artikel berjudul “Analisis Biaya Pemasaran Sebagai Salah Satu Alat untuk Pengendalian Biaya Komersial (Studi Pada PT Pangan Lestari Finna Malang 2012)” menjelaskan jika:

Marketing cost atau biaya pemasaran adalah seluruh biaya yang terjadi sejak produk selesai diproduksi dan disimpan dalam gudang sampai pada produk tersebut diubah kembali dalam bentuk tunai.

Lebih sederhananya, Thomson Learning (2004) mendefinisikan jika:

“Cost marketing atau biaya pemasaran adalah seluruh biaya yang diperlukan dalam proses memasarkan, mendistribusikan dan melayani produk atau jasa

Yang artinya:

Cost marketing mencakup semua biaya yang terkait dengan upaya mendistribusikan produk, mulai dari gudang hingga titik akhir di tangan konsumen.

Termasuk di dalamnya adalah biaya penjualan, advertensi, pergudangan, pembungkusan, pengiriman, kredit dan penagihan, serta akuntansi pemasaran.

Karakteristik Marketing Cost

Marketing cost itu nggak ada rumus pasti. Bahkan dua perusahaan yang menjual produk sama persis, bisa punya struktur biaya pemasaran yang berbeda 180 derajat. Dan itulah yang bikin marketing cost unik sekaligus tricky untuk dianalisis.

Untuk membedakannya dengan biaya-biaya lainnya, Anda perlu memahami karakteristik biaya pemasaran berikut ini:

  • Bervariasi, meskipun perusahaannya sejenis.
  • Fleksibel dan mudah berubah, sesuai dengan kondisi pasar, perubahan strategi atau pengaruh kompetitor.
  • Dipengaruhi oleh konsumen yang tidak bisa dikendalikan.
  • Mengandung banyak biaya tidak langsung dan biaya bersama (joint cost).
  • Efisiensinya diukur dari peningkatan penjualan, bukan dari penghematan biaya seperti pada produksi.

Baca juga: Etika Periklanan di Era Digital: Privasi, Transparansi, dan Misinformasi

Jenis-Jenis Marketing Cost

DIRECT MARKETING COST

  • Biaya yang bisa dihubungkan langsung dan spesifik ke suatu fungsi atau kegiatan pemasaran tertentu. Misalnya, promo khusus satu produk.

SEMI DIRECT MARKETING COST

  • Biaya yang berhubungan dengan beberapa fungsi/kegiatan pemasaran, tapi tidak eksklusif pada satu aktivitas saja.

INDIRECT MARKETING COST

  • Biaya yang tidak bisa dikaitkan secara langsung dengan fungsi pemasaran tertentu, biasanya bersifat umum atau administratif

Dalam melakukan analisis biaya pemasaran, Mulyadi menjelaskan jika biaya dibedakan berdasarkan beberapa dimensi penting untuk memudahkan evaluasi dan pengambilan keputusan, diantaranya:

1. Biaya Langsung (Direct Marketing Cost)

Biaya yang bisa dihubungkan langsung dan spesifik ke suatu fungsi atau kegiatan pemasaran tertentu.

Misalnya:

  • Biaya iklan untuk produk A
  • Gaji sales yang hanya menangani satu wilayah tertentu
  • Biaya promosi khusus untuk launching satu produk baru

2. Biaya Setengah Langsung (Semi-Direct Marketing Cost)

Biaya yang berhubungan dengan beberapa fungsi/kegiatan pemasaran, tapi tidak eksklusif pada satu aktivitas saja.

Contohnya:

  • Biaya operasional tim marketing yang menangani beberapa produk sekaligus
  • Biaya event yang menggabungkan promosi beberapa brand
  • Biaya customer service yang melayani seluruh wilayah

Baca juga: Periklanan Lintas Platform: Fondasi Pengalaman Merek yang Kohesif

3. Biaya Tidak Langsung (Indirect Marketing Cost)

Biaya yang tidak bisa dikaitkan secara langsung dengan fungsi pemasaran tertentu, biasanya bersifat umum atau administratif. Biasanya dialokasikan menggunakan metode proporsional (misalnya, berdasarkan total penjualan atau volume pesanan).

Contohnya:

  • Biaya sewa kantor pusat divisi marketing
  • Gaji manajer pemasaran nasional
  • Biaya sistem CRM yang digunakan lintas tim atau divisi.

Penggolongan Marketing Cost

Mulyadi dalam bukunya “Akuntansi Biaya” juga menjelaskan secara garis besar, biaya pemasaran digolongkan menjadi dua jenis, yakni:

1. Biaya untuk Mendapatkan Pesanan (Order Getting Costs)

Biaya ini dikeluarkan sebagai bentuk usaha untuk menarik perhatian calon pembeli dan mendorong mereka melakukan pembelian.

Dengan harapan, untuk meningkatkan penjualan dengan cara mendapatkan pesanan dari pelanggan baru maupun pelanggan lama.

Misalnya:

  • Gaji sales
  • Komisi penjualan
  • Biaya iklan
  • Biaya promosi seperti event, diskon, campaign dan sejenisnya.

2. Biaya untuk Memenuhi Pesanan (Order Filling Costs)

Sedangkan biaya untuk memenuhi pesanan adalah biaya yang berkaitan dengan proses penyampaian produk ke tangan pelanggan serta penagihan pembayaran.

Tujuannya, untuk memastikan pesanan yang sudah diterima bisa diproses, dikirim, dan ditagih dengan lancar.

Misalnya:

  • Biaya gudang (storage/pergudangan)
  • Biaya pembungkusan dan pengemasan
  • Biaya pengiriman atau transportasi
  • Biaya penagihan piutang.

Kesimpulannya, biaya dibedakan menjadi dua golongan yang menggambarkan proses pemasaran, yakni:

Order getting berfokus pada menarik pelanggan dan order filling berfokus pada memenuhi ekspektasi pelanggan setelah mereka membeli.

Contoh Biaya Pemasaran (Marketing Cost)

Berikut beberapa contoh biaya pemasaran yang biasa dialokasikan oleh perusahaan dalam kegiatan operasional untuk menunjang efektivitas strategi pemasaran dan distribusi produk.

#Contoh Order Getting Marketing Cost

  • Iklan digital berbayar (Google Ads, Facebook/Instagram Ads, TikTok Ads)
  • Biaya influencer marketing & affiliate program
  • Gaji dan tunjangan tim sales (offline maupun online)
  • Komisi penjualan
  • Biaya promosi langsung (diskon, voucher, cashback)
  • Biaya riset pasar dan survei konsumen
  • Biaya tools pemasaran digital (Canva Pro, Ahrefs, Mailchimp, CRM, dsb)
  • Biaya produksi konten (foto produk, video campaign, copywriting)
  • Biaya event marketing (pameran, launching produk, roadshow)
  • Biaya merchandise/souvenir untuk calon pelanggan

#Contoh Order Filling Marketing Cost

  • Biaya gudang (sewa, listrik, keamanan, sistem manajemen stok)
  • Biaya pengemasan (box, sticker, bubble wrap, label pengiriman)
  • Biaya pengiriman (ongkos kirim, subsidi ongkir, logistik internal)
  • Biaya layanan pelanggan (customer service & after sales support)
  • Biaya penanganan retur (pengembalian barang, penggantian unit)
  • Biaya penagihan dan payment gateway (admin fee, sistem invoice)
  • Biaya asuransi pengiriman produk
  • Sistem pelacakan pengiriman & integrasi dengan platform e-commerce
  • Program loyalty point/reward, misalnya poin setiap belanja, yang bisa ditukar dengan diskon atau hadiah.

Cara Menentukan Biaya Marketing yang Sehat

Menentukan budget marketing itu mirip seperti menyetel volume musik kalau terlalu pelan, pesan Anda tidak terdengar; tapi kalau terlalu keras, bisa bikin boros dan sakit kepala.

Banyak bisnis, terutama UMKM dan startup, sering bingung: harus mulai dari berapa persen? Apakah cukup pakai patokan omzet? Atau lihat dari target pertumbuhan?

Berapa sih budget marketing yang sehat?

1. Tentukan Berdasarkan ROI & Laba Investasi

Kalau Anda pasang iklan, jangan cuma tengok bujet, tapi ukur hasilnya. ROI yang positif menunjukkan budget marketing Anda sehat.

Beberapa ahli juga menekankan pentingnya rasio investasi yang nyata agar strategi Anda berjalan lancar dan efisien.

2. Gunakan Persentase Penjualan sebagai Patokan

Untuk patokannya sendiri, biaya pemasaran berapa persen dari total penjualan bisa sangat bervariasi tergantung jenis bisnis dan tujuan pertumbuhan.

Secara umum, banyak ahli dan praktisi menyarankan alokasi di kisaran:

  • 5–10% dari omzet untuk bisnis yang sudah stabil dan B2C.
  • 10–15% atau lebih jika bisnis sedang dalam fase ekspansi atau ingin meningkatkan brand awareness secara agresif
  • Bahkan bisa mencapai 20–50% pada bisnis baru (startup) atau saat peluncuran produk, di mana fokus utamanya adalah akuisisi pelanggan dan penetrasi pasar

Angka ini bukan patokan mutlak, tapi bisa jadi titik awal yang cukup realistis. Yang penting, Anda tetap menyesuaikannya dengan kapasitas keuangan dan target yang ingin dicapai.

3. Sesuaikan dengan Tujuan Strategis

Selain berdasarkan persentase penjualannya, Anda juga perlu menyesuaikan lagi dengan apa tujuan dan arah bisnis Anda.

Tidak semua bisnis membutuhkan porsi bujet yang sama, karena tujuannya pun berbeda-beda. Misalnya:

  • Jika kondisi bisnis Anda stabil atau sedang menjaga profit secara konservatif, alokasi biaya marketing yang ideal biasanya ada di angka 5–7% dari total penjualan.
  • Tetapi jika Anda sedang dalam fase ekspansi atau ingin merebut pangsa pasar lebih besar, maka anggaran perlu ditingkatkan menjadi sekitar 10–15%, bahkan lebih.
  • Untuk perusahaan yang sedang bertumbuh secara agresif (misalnya mengejar pertumbuhan 30% hingga 100%), bujet pemasaran bisa saja melonjak hingga sekitar 50% dari penjualan.

Intinya, besar kecilnya bujet harus “nyambung” dengan target yang ingin Anda capai.

4. Evaluasi dan Revisi Secara Berkala

Jangan anggap alokasi bujet sebagai angka mati, paten dan nggak bisa berubah.

Di dunia marketing yang dinamis, evaluasi rutin sangat penting. Pantau terus performa iklan, segmentasi audiens, hingga channel yang digunakan.

Kalau ada strategi atau kanal pemasaran yang kurang memberikan hasil, jangan ragu untuk menggeser budget ke area yang lebih potensial.

Fleksibilitas ini akan menjaga efektivitas pengeluaran dan memastikan setiap rupiah bekerja lebih optimal untuk tujuan Anda.

5. Perhatikan Kondisi Internal & Eksternal

Terakhir, Anda juga harus mempertimbangkan faktor-faktor di dalam dan luar perusahaan:

  • Internal, seperti berapa dana tersedia, kemampuan tim pemasaran, dan tools atau teknologi yang digunakan. Jangan sampai bujet besar tapi tim belum siap eksekusi.
  • Eksternal, termasuk langkah kompetitorperubahan pasar, serta trend dan sentimen publik. Kadang, hal-hal eksternal bisa “memaksa” Anda menyesuaikan anggaran lebih tinggi agar tetap bersaing atau relevan di pasar.

Pembukuan Biaya Pemasaran dalam Laporan Keuangan

Dalam sistem akuntansi, biaya pemasaran dicatat di sisi debit pada akun beban, karena sifatnya mengurangi laba.

Biaya ini tidak termasuk dalam harga pokok penjualan (HPP), karena tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

Misalnya:

Pembukuan Biaya Pemsaran Marketing Cost

Dimana Biaya Pemasaran Muncul dalam Laporan Keuangan?

  • Laporan Laba Rugi:
    Biaya pemasaran masuk sebagai bagian dari beban operasional, bersama dengan beban administrasi, gaji, dan biaya umum lainnya. Ini akan mengurangi laba operasi dan laba bersih.
  • Laporan Arus Kas:
    Jika dikeluarkan tunai, biaya ini akan muncul di bagian arus kas dari aktivitas operasi.
  • Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
    Biasanya tidak muncul langsung dalam neraca, kecuali jika pembayarannya ditangguhkan, maka akan muncul sebagai utang usaha.

Tags: , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan Balasan