Iklans

15 Sep
Digital Marketing
63 views
0 Comments

Metaverse & Virtual Brand Space: Walau Hype Turun, Brand Masih Uji Coba

#Iklans – #Metaverse & #Virtual Brand Space: Walau Hype Turun, Brand Masih Uji Coba – Beberapa tahun lalu, istilah metaverse begitu populer. Media, pelaku #teknologi, hingga investor menaruh ekspektasi tinggi bahwa dunia virtual ini akan menjadi masa depan internet. Meta (#Facebook) bahkan mengganti nama perusahaan untuk menegaskan visinya membangun metaverse. Kala itu, banyak yang percaya bahwa kehidupan sosial, pekerjaan, hiburan, hingga belanja akan beralih ke dunia #virtual 3D.

Namun, realita tidak semulus prediksi. Pencarian kata metaverse di mesin pencari menurun drastis, minat pengguna biasa merosot, dan perusahaan-perusahaan teknologi mulai mengurangi dana besar yang awalnya digelontorkan untuk proyek ini. Hype pun bergeser ke bidang lain, terutama kecerdasan buatan (AI) yang terbukti lebih cepat memberi manfaat praktis.

Baca Juga: Voice & Audio Ads: Pertumbuhan Iklan di Spotify, YouTube Music, dan Podcast

Meski begitu, menariknya, metaverse tidak sepenuhnya ditinggalkan. Banyak brand masih melihat ruang virtual ini sebagai laboratorium ide, tempat bereksperimen dengan interaksi digital baru, dan sarana uji coba pemasaran imersif. Dengan kata lain, walaupun sorotan publik meredup, metaverse masih jadi medan eksplorasi brand global maupun lokal.

Metaverse & Virtual Brand Space: Walau Hype Turun, Brand Masih Uji Coba

Mengapa Hype Metaverse Menurun?

Ada beberapa alasan mengapa metaverse kehilangan momentum:

  1. Ekspektasi yang Terlalu Tinggi
    Metaverse dipromosikan sebagai revolusi internet. Namun, kenyataannya, belum ada aplikasi praktis yang bisa langsung mengubah cara orang bekerja dan hidup. Janji besar itu membuat kekecewaan ketika hasilnya belum sesuai ekspektasi.
  2. Persaingan dengan AI
    Kehadiran generative AI seperti ChatGPT, MidJourney, dan Gemini merebut perhatian publik. AI langsung bisa dipakai untuk bekerja, belajar, dan menciptakan konten. Bandingkan dengan metaverse yang masih butuh perangkat khusus dan pengembangan panjang.
  3. Hambatan Teknologi
    Perangkat VR/AR masih mahal, belum nyaman, dan belum tersedia luas. Hal ini membuat adopsi massal sulit terjadi. Selain itu, koneksi internet cepat dan stabil juga menjadi tantangan, terutama di negara berkembang.
  4. Kondisi Ekonomi Global
    Saat resesi dan efisiensi bisnis jadi prioritas, proyek metaverse dianggap tidak mendesak. Perusahaan lebih memilih strategi digital yang terbukti efektif.

Mengapa Brand Masih Bereksperimen?

Meskipun hype menurun, brand tidak serta-merta meninggalkan metaverse. Ada beberapa alasan penting:

  • Pengalaman Interaktif untuk Konsumen
    Generasi muda lebih menyukai pengalaman dibanding sekadar produk. Metaverse memberi ruang bagi brand untuk menciptakan interaksi yang imersif dan menyenangkan.
  • Testing Ground untuk Identitas Digital
    Di ruang virtual, brand bisa mencoba ide liar yang sulit diwujudkan di dunia nyata. Mulai dari toko digital melayang, peragaan busana dengan pakaian holografis, hingga konser musik tanpa batas lokasi.
  • Engagement dan Komunitas
    Platform seperti Roblox dan Fortnite sudah membuktikan diri sebagai wadah komunitas yang kuat. Brand yang masuk ke sana bisa lebih dekat dengan audiens muda.
  • Persiapan Menuju Web3
    Meski kripto dan NFT naik-turun, dunia virtual masih dianggap sebagai pintu masuk menuju ekonomi digital baru berbasis aset virtual.

Contoh Brand yang Masih Aktif di Metaverse

Beberapa brand besar membuktikan bahwa metaverse tetap relevan sebagai media uji coba:

  1. Nike (Nikeland di Roblox)
    Nike menciptakan Nikeland di Roblox, di mana pengguna bisa berpartisipasi dalam game interaktif, mencoba sepatu virtual, hingga berkompetisi. Ini cara unik memperkenalkan produk ke generasi muda.
  2. Gucci Garden Experience
    Gucci menghadirkan pameran digital di Roblox dan bahkan menjual tas digital dengan harga lebih mahal daripada versi fisiknya. Hal ini membuktikan bahwa simbol eksklusivitas bisa hidup di ruang virtual.
  3. Hyundai Mobility Adventure
    Hyundai menggunakan Roblox untuk memperkenalkan konsep mobilitas masa depan. Anak muda bisa belajar sambil bermain mengenai teknologi otomotif yang inovatif.
  4. Samsung 837X di Decentraland
    Samsung mengadakan peluncuran produk, pameran seni, dan event eksklusif di Decentraland. Brand teknologi ini memanfaatkan metaverse sebagai panggung inovasi.
  5. Festival Virtual Lokal
    Di Indonesia, beberapa event musik dan pameran sudah menghadirkan versi hybrid. Sponsor brand memanfaatkan ruang virtual untuk menjangkau audiens yang tidak hadir secara fisik.

Baca Juga: Keuntungan Memakai Jasa Pasang Iklan Profesional


Tantangan yang Masih Dihadapi Brand

Meski menjanjikan, ada hambatan besar yang membuat brand berhati-hati:

  • Pengguna Terbatas
    Tidak semua orang memiliki akses atau minat untuk masuk ke metaverse. Basis pengguna masih relatif kecil dibanding media sosial konvensional.
  • ROI Sulit Diukur
    Dampak langsung terhadap penjualan masih samar. Banyak eksperimen belum terbukti menguntungkan secara finansial.
  • Risiko Tren Usang
    Platform bisa kehilangan popularitas dengan cepat. Investasi besar berisiko tidak bertahan lama.
  • Risiko Reputasi
    Brand bisa dianggap “ikut-ikutan tren” tanpa arah jika tidak punya strategi yang jelas.

Masa Depan Metaverse untuk Brand

Walaupun gaungnya tidak seheboh dulu, metaverse masih berpotensi menjadi bagian penting dari ekosistem digital di masa depan. Arah pengembangannya kemungkinan akan lebih spesifik:

  • Integrasi dengan AI
    Avatar dan dunia virtual akan terasa lebih hidup dengan bantuan kecerdasan buatan. Bayangkan masuk ke toko virtual dengan pramuniaga digital berbasis AI yang bisa melayani layaknya manusia.
  • Pemanfaatan di Industri Spesifik
    Selain hiburan dan ritel, metaverse berpeluang besar dalam pendidikan, pelatihan, simulasi medis, hingga real estate virtual.
  • Fashion & Digital Twin
    Industri fashion sudah mulai menjual pakaian digital untuk avatar. Di masa depan, konsep digital twin untuk produk fisik akan semakin relevan.
  • Hybrid Events
    Pameran, seminar, dan konser akan lebih sering menggabungkan pengalaman fisik dan digital, sehingga jangkauan audiens semakin luas.

Baca Juga: Cara Mengukur Nilai & ROI Iklan Online


Kesimpulan

Metaverse memang tidak lagi jadi topik panas seperti beberapa tahun lalu. Namun, bagi brand, ruang virtual ini tetap menawarkan nilai penting sebagai laboratorium ide dan sarana uji coba interaksi baru.

Nike, Gucci, Samsung, hingga Hyundai membuktikan bahwa virtual brand space bisa menjadi cara efektif membangun engagement, menciptakan pengalaman unik, dan mempersiapkan diri menuju era ekonomi digital berikutnya.

Dengan kata lain, hype boleh menurun, tetapi metaverse belum mati. Justru di tengah sepinya sorotan publik, brand yang terus bereksperimen bisa menemukan strategi digital inovatif yang kelak menjadi standar baru di dunia pemasaran.

Tags: , , , , , , , , ,

Tinggalkan Balasan