Dark Social: Bagaimana Word of Mouth di WhatsApp & Telegram Bisa Jadi Channel Iklan
#Iklans – #Dark Social: Bagaimana Word of Mouth di WhatsApp & Telegram Bisa Jadi Channel #Iklan – Dalam dunia #pemasaran digital yang serba cepat, perusahaan selalu mencari cara baru untuk menjangkau audiens secara efektif. Mulai dari iklan di #media sosial, optimasi mesin pencari (#SEO), hingga #kampanye influencer. Namun, ada satu jalur komunikasi yang sering diabaikan padahal dampaknya luar biasa besar, yaitu dark social.
Istilah dark social merujuk pada aktivitas berbagi konten melalui saluran privat, seperti WhatsApp, Telegram, email, atau pesan langsung (DM) di media sosial. Berbeda dengan iklan terbuka atau posting publik, aktivitas ini berlangsung “di balik layar” dan seringkali tidak terdeteksi oleh alat analitik. Fenomena inilah yang membuatnya disebut dark (gelap), bukan karena ilegal, melainkan karena lalu lintas dan interaksinya sulit dilacak.
Baca Juga: AI + Human: Kolaborasi Paling Efektif dalam Digital Marketing
Menariknya, dark social justru merupakan salah satu bentuk pemasaran paling alami, karena bertumpu pada rekomendasi personal. Ketika seseorang membagikan tautan artikel, video, atau produk ke grup WhatsApp keluarga, peluang terjadinya konversi sering lebih tinggi dibanding klik dari iklan berbayar. Sebab, rekomendasi datang dari orang yang dipercaya, bukan dari promosi acak di internet.

Apa Itu Dark Social?
Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh Alexis Madrigal, jurnalis The Atlantic, pada tahun 2012. Ia menemukan bahwa sebagian besar trafik ke website ternyata tidak berasal dari media sosial publik atau mesin pencari, melainkan dari tautan yang dibagikan secara privat.
Contohnya sangat sederhana: seseorang membaca artikel menarik di sebuah blog, lalu menyalin link-nya dan mengirimkannya ke grup WhatsApp kerja. Beberapa orang lain lalu mengklik link tersebut, mengunjungi halaman, bahkan membagikannya lagi ke lingkaran mereka. Aktivitas berantai ini dapat menghasilkan trafik yang masif, tetapi dalam laporan analitik biasanya hanya terlihat sebagai “direct traffic” tanpa sumber jelas.
Mengapa WhatsApp dan Telegram Jadi Pusat Dark Social?
1. Privasi dan Kepercayaan Tinggi
Kedua aplikasi ini dirancang untuk percakapan pribadi. Informasi yang beredar di grup kecil atau chat personal terasa lebih terpercaya dibanding iklan yang muncul di feed publik. Orang cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh rekomendasi dari teman, keluarga, atau kolega.
2. Basis Pengguna yang Besar
WhatsApp digunakan lebih dari 2 miliar orang di seluruh dunia, sedangkan Telegram memiliki ratusan juta pengguna aktif. Di Indonesia sendiri, WhatsApp menjadi aplikasi komunikasi dominan hampir di semua lapisan masyarakat. Besarnya basis pengguna ini menjadikannya lahan subur bagi peredaran konten dan rekomendasi produk.
3. Budaya Word of Mouth Digital
Jika dulu promosi dari mulut ke mulut dilakukan secara langsung, kini bentuknya bergeser ke dunia digital. Screenshot testimoni, link promo, atau kode referral sering berpindah tangan melalui grup chat. Mekanisme ini membuat word of mouth semakin cepat menyebar, bahkan lintas kota dan negara.
Baca Juga: Content Repurposing: Mengubah 1 Konten Jadi Banyak Format Iklan
Dark Social sebagai Channel Iklan Baru
Meski sulit dilacak, dark social justru bisa dioptimalkan sebagai jalur pemasaran yang efektif. Brand yang mampu menembus ruang privat dengan cara alami akan memiliki peluang lebih besar membangun kedekatan emosional dengan konsumen. Beberapa strategi yang bisa diterapkan antara lain:
1. Program Referral dan Konten yang Mudah Dibagikan
Gunakan kode referral atau tautan unik yang memberikan keuntungan ganda: bagi pengundang dan yang diundang. Sistem ini mendorong orang untuk membagikan link secara sukarela ke grup-grup mereka.
2. Storytelling yang Natural
Hindari pendekatan iklan keras (hard selling). Alih-alih, dorong konsumen untuk menceritakan pengalaman mereka menggunakan produk atau jasa. Cerita personal yang dibagikan di WhatsApp atau Telegram terasa lebih otentik dan persuasif.
3. Kolaborasi dengan Micro-influencer Komunitas
Dalam banyak grup, biasanya ada satu atau dua orang yang berperan sebagai “opinion leader”. Mereka adalah admin, senior, atau sosok yang suaranya dipercaya anggota lain. Mengajak mereka untuk mencoba dan merekomendasikan produk bisa menjadi strategi efektif.
4. Pemanfaatan Smart Link dan Tracking
Meski tidak bisa melacak sepenuhnya, penggunaan shortlink dengan UTM parameters dapat membantu mengidentifikasi asal trafik. Dengan begitu, brand tetap bisa membaca pola dasar dari aktivitas berbagi di dark social.
5. Membuat Channel Eksklusif
Banyak perusahaan kini membangun komunitas resmi di WhatsApp atau Telegram, misalnya berupa grup pelanggan, kanal diskon eksklusif, atau forum diskusi. Cara ini memungkinkan brand berinteraksi lebih intim dengan konsumen sekaligus mendorong mereka untuk ikut menyebarkan informasi.
Tantangan dalam Mengelola Dark Social
Memanfaatkan dark social bukan tanpa kendala. Beberapa tantangan yang sering dihadapi antara lain:
- Sulit diukur secara presisi: Tidak ada alat analitik yang mampu melacak percakapan di ruang privat sepenuhnya.
- Audiens sensitif terhadap iklan berlebihan: Grup pribadi biasanya lebih nyaman dengan obrolan alami. Jika brand terlalu agresif, efeknya bisa berbalik negatif.
- Kontrol terbatas: Perusahaan tidak bisa mengendalikan penuh bagaimana percakapan berlangsung. Mereka hanya bisa memberi “bahan bakar” berupa konten menarik agar perbincangan tumbuh organik.
Baca Juga: Rise of Social Search: Konsumen Cari Produk Lewat TikTok & Instagram
Kesimpulan
Dark social di WhatsApp dan Telegram adalah evolusi modern dari word of mouth. Meski tidak kasat mata, dampaknya terhadap perilaku konsumen sangat nyata. Rekomendasi yang datang dari lingkaran pertemanan cenderung lebih dipercaya dibanding iklan terbuka, karena berbasis pada hubungan emosional dan kepercayaan personal.
Bagi brand, tantangan utamanya adalah bagaimana masuk ke ruang privat ini tanpa terasa mengganggu. Strategi referral, storytelling yang otentik, kolaborasi dengan micro-influencer, hingga pembangunan komunitas eksklusif bisa menjadi pintu masuk yang efektif.
Pada akhirnya, meski sulit dilacak dengan angka pasti, dark social tetap merupakan salah satu “channel iklan” paling berharga di era digital. Justru karena ia bersifat personal, maka nilai konversi dan loyalitas yang dihasilkan sering kali jauh lebih tinggi dibanding iklan yang tampak jelas di layar publik.